KEYAKINAN DAPAT MENGALAHKAN SEGALANYA
(Kisah Nyata Berbuah Semangat dan Inspirasi)
Karya : Anas Anwar Nasirin (Universotas Padjajaran)
Juara I
Lomba Kisah Inspirasi Exist Fair 2017
Kupandangi bintang
dilangit timur, memberikan senyuman dengan kedipan-kedipan semangat. Sejenak
aku terdiam mengikuti bayang-bayang yang membawaku ke alam bawah sadar,
mengingat kembali memori-memori hidup yang penuh dengan perjuangan, harapan,
cita-cita dan impian besar yang selalau aku katakan kepada bintang di timur
sana, kabulkalah semua doaku ya Allah.
Namaku Anas Anwar
Nasirin, nama yang memiliki arti mulia “Manusia Cahaya Penolong”. Aku anak
pertama dari tiga bersaudara, adiku yang pertama
bernama Wawat Karwiti lahir tahun 2001
dan adiku yang ke dua bernama Riyad lahir tahun 2005. Ayahku bekerja sebagai pedagang peci dan ibu
bekerja sebagai buruh tani. Aku sangat
sayang kepada ayah dan ibu. Ayah orangnya pinter, disiplin dan dia selalu
berpesan agar aku sholat tepat waktu.
Begitupun ibu, orang tersuper di dunia, selalu tegar, semangat, tegas dan
sangat menyayangi aku.
Dunia
tidak terbatas tapi tidak abadi juga, saat bersyukurlah kebahagiaan besar yang
aku dapatkan. Tahun 2005 adalah tahun yang sangat bersejarah, saat itu aku
kelas II SD, Wawat berusia 4 tahun dan Riad masih dalam kandungan. Musibah
besar menimpa keluargaku, kios tempat ayah berjualan kebakaran. Setelah
peristiwa tersebut aku sering melihat ayah melamun bahkan ibu dan ayah sering
bertengkar. Seringkali aku menangis saat terbayang pertengkaran ayah dan ibu,
tanpa terasa saat menjelang tidur air mataku jatuh membasahi bantal. Beberapa hari setelah pertengkaran terjadi, ayah pamit akan pulang ke kampung halamannya
untuk menenangkan pikiran dan mencari biaya lahiran adiku yang ketiga. Selama
ayah pulang aku sangat kesushan, ibu tidak bisa kerja, Wawat sering rewel,
hutang ke tetangga sangat banyak, seringkali aku makan di rumah tetangga karena
di rumah ibu sering sakit-sakitan dan tidak punya beras.
Mendungnya awan disambut gelapnya malam,
ditengah kondisi ibu hamil tua aku mendapatkan kabar ayah menderita gangguan
jiwa. Mataku tak kuasa menahan tangis saat memandang ibu memeluk Wawat dan air
mata membsahi pipinya. Sejak saat itulah hanya ibu seorang diri yang mengasuh,
membiayai, dan merawat aku, Wawat dan Riad. Setelah ayah sakit aku jarang
bertemu ayah karena ayah tinggal di Cibalong (Kampung halamannya) dan aku tidak memiliki biaya untuk menjenguknya. Sejak kelas III SD agar
aku bisa jajan dan sedikit bantu ibu,
setiap pergi ke sekolah sambil jualan gorengan dan Es, walaupun upahnya tidak
besar aku sangat bersyukur setidaknya bisa jajan seperti teman-temanku yang
lainnya.
Empat tahun sudah ayah sakit dan kini Riyad
sudah berusia 3,5 tahun begitupun aku sudah kelas VI SD dan sebentar lagi siap
menjadi bagian dari OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah). Hidup adalah
perjuangan yang harus dimenangkan dan hidup adalah tantangan yang harus
dihadapi. Keinginannku untuk melanjutkan sekolah ke tingkat SLTP (Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama) terhalangi karena ibu tidak sanggup dan tidak
mumpunyai biaya untuk biaya
kedepannya. Disisi lain guruku terus memberikan semangat agar aku melanjutkan sekolah bahkan aku akan dibelikan baju, tas, sepatu dan peralatan sekolah yang
lainnya. Aku sangat semangat dan keinginanku sangat besar untuk melanjutkan sekolah
ke tingkat SLTP, aku yakinkan diriku “tidak apa-apa ya Allah aku sekolah sampai
SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang penting
sekarang aku bisa sekolah SMP, aku berjanji ya Allah kalau aku bisa
sekolah SMP aku akan belajar dengan maksimal dan aku akan berusaha agar bisa
masuk rangking 3 besar”. Yang kedua kalinya aku yakinkan kepada ibu, aku
benar-benar ingin sekolah SMP “Emak, aku tau hidup kita susah, tapi saya ingin
sekolah SMP” Emak sempat marah dan
menyuruhku untuk kerja ke Bandung dan
Jakarta seperti teman-temanku yang lainnya.
Saat itu aku bingung “bagaimana caranya agar aku bisa sekolah SMP?” hati
positifku terus meyakinkan “aku pasti bisa sekolah SMP”.
Aku mau aku mampu, ungkapan ini membuktikannya, aku medapatkan
kabar bahwa pak Homidin (tetanggaku) punya sodara yang bekerja di Panti Asuhan.
Dengan semangat aku bilang dan memohon restu agar ibu mau mendaftarkan dan
mengizinkanku tinggal di Panti Asuhan. Akhirnya ibu mendaftarkanku kepada Pak
Homidin agar bisa tinggal di Panti Asuhan Al-Rasyid Subang. Hari Jumat 10 Juli tahun 2009 aku berangkat ke
Panti Asuhan Al-Rasyid diantar Pak Homidin, saat itu ibu tidak memiliki uang
sepeserpun, kecuali uangku RP. 100.000 sisa pemberian dari BSM (Bantuan Siswa
Miskin). Aku gunakan uang tersebut untuk ongkos perjalanan ke Subang RP.75.000
dan Rp.25.000 lagi untuk bekal selama di Panti Asuhan. Menjelang keberangkatan
aku cium tangan dan kaki ibu, saat itu juga aku menangis, aku memohon ridho dan
doa terbaik darinya. Saat aku sudah duduk di kursi bus aku fokuskan pandanganku
keluar jendela memandang wajah ibu dengan lambaian tangan dan harapan doa
terbaik agar kelak dikemudian hari, saat aku kembali ke kampung halaman membawa kesuksesan dan kemanfaatan besar.
Segala sesuatu tergantung kepada niat,
kehidupanku di Panti Asuhan Al-Rasyid jauh lebih baik dibandingkan saat aku
tinggal di rumah, aku belajar dengan maksimal dan membuktikan janjiku” Jika aku
bisa sekolah SMP”. Kelas VII semester 1 dan 2 aku mendapatkan rangking 3 dan 2
dari 30 siswa. Aku sangat bahagia karena sebelumnya selama SD biasanya aku
rangking, 19, 18 dan 13 dari 24 siswa. Aku memiliki teman-teman baru dari
berbagai daerah di Indonesia (NTT, Lampung, Cianjur, Banten, Bogor, dan Bandung). Meski sering kangen kepada ibu dan
adik karena dalam satu tahun aku hanya pulang satu kali saat hari raya Idul
Fitri.
Mentari
tenggelam disambut gelapnya malam, kelas VIII semester dua, aku mendapatkan
kabar, ayah meninggal dunia. Saat itu aku hanya bisa menangis dan berusaha menguatkan hati karena
aku sedang ujian (tidak bisa izin pulang). Tiba-tiba Aku teringat Riad, dia sama sekali
tidak pernah merasakan kasih sayang ayah dan mungkin wajahnyapun tak ingat, dan
sekarang harapan untuk berjumpapun tidak mungkin kecuali di alam mimpi dan di akhirat
kelak. Disisi lain aku sangat besyukur karena aku masih bisa merasakan kasih
sayang ayah dibandingkan dengan Wawat dan Riad. Semangatku semakin membara dan
tekadku semakin kuat, aku berjanji, selesai SMP aku harus melanjutkan ke SMA
(Sekolah Menengah Atas), aku harus sukses, aku harus menjadi contoh untuk kedua
adiku dan bermanfaat untuk keluarga dan orang banyak.
Tiga tahun sudah aku tinggal di Panti Asuhan
Al-Rasyid dan sekarang aku sudah dinyatakan lulus UN (Ujian Nasional) dengan
nilai yang membanggakan. Bu Ina (pengurus Panti Asuhan) memanggilku,“Nas, Ini
ada telepon dari ibu kamu”. Aku
mengangkat telepon tersebut dan berbincang banyak dengan ibu sambil mengatakan
kebahagianku sudah lulus UN dengan nilai yang membanggakan. Hampir satu jam aku
berbincang dengan ibu, ternyata ibu menyuruhku
keluar dari Panti Asuhan Al-rasyid agar aku bekerja di konveksi milik
bibi. Aku sangat sedih mendengar kabar ini, tapi bagaimana lagi? Ini perintah
ibu dan memang sudah saatnya aku membantu ibu untuk membiayai ke dua adiku.
Tanggal 5 Mei 2012 aku resmi keluar dari Panti
Asuhan Al-Rasyid. Dengan muka bahagiaaku membeli buah-buahan dan keripik pisang
oleh-oleh untuk ibu, Wawat dan Riad dan aku ingin cepat-cepat berjumpa dengan
mereka. Sudah 3 minggu aku tinggal di rumah tapi perasaanku tidak enak dan
batinku semakin menuntutku agar melanjutkan sekolah ke SMA, aku tidak mau
bekerja yang ada dalam pikiranku,”Aku harus sekolah sampai SMA”. Aku coba
katakan perasaanku kepada ibu, ternyata ibu tak mengizinkanku karena tidak
mumpunyai biaya. Aku coba menghubungi pengurus di Panti Asuhan Al-Rasyid
“semoga saja aku bisa diterima lagi di sana” ternyata jawabannya “Anas, kamu tidak
bisa diterima sebagai anak asuh di Panti
Asuhan Al-rasyid, karena keluarga kamu sebelumnya yang
meminta keluar”. Mendengar jawaban ini aku sangat terpukul, hanya keyakinanku
kepada Allah dalam doa sepertiga malam dan duhaku agar Allah memberikanku
rizki, aku bisa sekolah SMA. Yang kedua kalinya aku yakinkan dan katakan kepada
ibu, “aku ingin sekolah SMA” Ibu tidak merespon banyak. Dengan nada marah dan
air mata membasahi pipi aku memaksa dan mengancam ibu “ibu saya ingin sekolah
SMA, kalau ibu tetap memaksaku untuk kerja dan dan tidak mengizinkanku sekolah
SMA, aku akan kabur dari rumah dan ibu mohon jangan cari dan anggap aku anak”
aku ungkapkan kata-kata itu secara tidak sadar karena sangat besarnya
keinginanku untuk sekolah SMA. Ibu memeluku sambil menagis. Keesokan harinya
aku dan ibu mencari informasi seputar Panti Asuhan di Tasikmalaya. Aku mendapatkan
informasi, di Tasikmalaya ada Panti Asuhan Taman Harapan dan reputasinya
lumayan baik. Tanggal 17 Mei 2012 aku mendaftar
ke Panti Asuhan Taman Harapan,
hasil yang aku dapatkan sangat menyedihkan aku tidak diterima
karena di Panti Asuhan tersebut hanya menerima Anak SD dan SMP. Setiap kali
melihat anak tetangga yang sekolah SMA aku sangat iri dan ingin sekali aku
seperti dia bisa sekolah SMA. Aku
buatkan puisi dan aku tuliskan di buku harian “Aku ingin sekolah SMA”.
Apa yang aku pikirkan berbanding lurus dengan
sesuatu yang Allah berikan.
Alhamdulillah aku mendapatkan informasi,
di Kecamatan Cisarua, Kab. Bandung Barat terdapat Pondok Pesantren Yatim
Piatu dan Dhuafa. Aku mencoba daftar dengan
menghubungi no HP pengurus Ponpes Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah. Alhamdulillah dengan izin Allah
aku diterima dan disuruh secepatnya
berangkat ke Ponpes Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah. Hari Jum’at 30
Juni 2012 aku berangkat ke Pondok Pesantren yatim piatu dan Dhuafa Darul
Inayah. Aku niatkan untuk sekolah sebaik-baiknya dan menaati peraturan Ponpes
Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah. banyak perubahan yang terjadi kepadaku
selama tinggal di Ponpes Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah dengan peraturan
yang sangat jauh berbeda ketika aku tinggal di Panti Asuhan Al-Rasyid. Harus
bangun jam 3:25 WIB, piket masak nasi, sholat tahajud, sholat duha, hapalan
Qur’an, berkebun, sekolah, hapalan amaliah ibadah, ngaji kitab kuning dan aku
baru bisa tidur jam 22:10 WIB.
Bahagia, semangat,sedih, dan kecewa merupakan makananku selama di Ponpes
Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah. Saat pembagian rapot merupakan momen yang
sangat di tunggu-tunggu, Alhamdulillah kelas X semester I dan semester
II aku mendapatkan rangking II dan rangking I, aku sangat bersyukur karena
kualitas diriku meningkat dari sebelumnya, meski kesedihan sering menghampiri
saat melihat teman-temanku ketika pengambilan rapot mereka selalu ditemani
orang tuanya.
Seringkali aku meminta kepada Allah agar suatu
saat nanti ketika aku meraih kesuksesan yang aku inginkan ibuku ada
dihadapanku. Untuk menutupi kebutuhan dan uang jajan aku biasa jualan gorengan milik tetangga, dijajakan kepada
seluruh santri dengan mendapatkan upah sekali jualan 4000-7000. Ketika pulang
libur tengah semester karena tidak memiliki uang aku biasa numpang mobil truk
pengantar arang batok kelapa (milik tetangga) dari Bandung sampai ke
Tasikmalaya begitupun sebaliknya ketika aku kembali ke Pondok. Walaupun sangat
banyak ujian dan kekurangan finansial selama tinggal di Pondok Pesantren Yatim
Piatu dan Dhuafa Darul Inayah aku sangat bahagia dan bersemangat, karena aku
mumpunyai cita-cita besar. Ketika aku masih kelas X ada beberapa orang kaka
kelas yang lulus SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) di
berbagai PTN di Indonesia. Saat kelas X
semester II aku sangat termotivasi, aku yakinkan dan katakan kepada Allah di
setiap sepertiga malamku agar Allah meluluskanku dalam SNMPTN (Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tahun
2015 di Universitas Gadjah Mada Jurusan Ilmu sejarah dengan mendapatkan
beasiswa Bidikmisi.
Aku katakan dan aku yakinkan kaepada
orang-orang “ Tahun 2015 aku Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Jurusan Ilmu
Sejarah dengan mendapatkan Beasiswa Bidikmisi” dan aku mohonkan disetiap
sujudku agar Allah Swt mengabulkannya. Aku belajar semaksimal yang aku bisa,
aku bikinkan puisi dengan judul “UGM Kampusku”, aku bikinkan kata-kata semangat
seputar UGM dan aku tempel di dinding Kobong (Asrama santri). Hidup adalah
tantangan yang harus dihadapi, dibalik
semangat dan cita-cita kuatku tidak sedikit teman-teman yang mencaci dan memberikan keyakinan negatrif,
bahwa cita-citaku kuliah di UGM merupakan ekspektasi tidak mungkin. Aku tidak menyerah, aku terus menyemangati diri serta semakin aku tunjukan keinginanku untuk kuliah di UGM dengan
mengikuti berbagai perlombaan agar aku mumpunyai banyak pretasi. Tahun 2015 aku
mengkuti lomba baca puisi alhamdulillah aku mendapatkan juara II sebagai
pembaca puisi terbaik se-kabupaten Bandung Barat tiungkat remaja dan Juara III
sebagai pembaca puisi terbaik dalam acara Al-kautsar Festival Islami tahun 2015.
Waktu membawaku tanpa sadar aku sudah kelas
XII MA (Madrasah Aliah). Dengan semangat aku mendaftar SNMPTN. Pilihan pertma
karena usulan dari guru BP, aku menganmbil Jurusan Ilmu Hukum UGM, Pilihan ke-2
Jurusan Ilmu Sejarah UGM dan Pilihan
ke-3 Jurusan Pendidikan Sejarah UPI. Selesai melakukan pendaftaran aku merasa lega dan
tawakal kepada Allah semoga Allah
meluluskanku. Satu bulan sudah dari waktu melakukan pendaftaran dan saatnya hasil SNMPTN akan diumumkan, hasil yang aku dapatkan ternyata
belum saatnya aku menjadi mahasiswa UGM. Aku sempat sedih dan patah semangat
tapi aku yakinkan bahwa aku masih punya jalan lewat SBMPTN (Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan aku ingat janji Allah “Sesungguhnya setelah
kesulitan ada kemudahan, sungguh setelah kesulitan ada kemudahan”.
Dengan harapan baik dan ucapan penuh doa aku
mendaftar SBMPTN dengan kembali kepada niat awal untuk mengambil jurusan Ilmu
Sejarah. Pilihan ke-1 Jurusan Ilmu Sejarah UGM, Pilihan Ke-2 Jurusan Ilmu
Sejarah UNS dan Pilihan Ke-3 Jurusan Ilmu Sejarah UNPAD. Saat hari-hari
melakukan tes aku awali dengan shalat duha dan tak lupa sambil mengerjakan
tugas aku mohonkan kemudahan dari Allah “Allahuma Yassir Walatu’assir” Ya Allah
Permudahkanlah Urusanku Jangan Engkau Persulit. Selesai
melakukan tes, selama satu bulan penantian aku pusatkan pikiran untuk tawakal
kepada Allah SWT. Sesuai dengan janjinya “Apabila kamu sudah membulatkan tekad
maka bertawakallah kepada Allah”.
Satu bulan akan segera berlalu dan aku sangat
ingin ketika pengumuman SBMPTN aku disaksikan oleh ibu, karena selama enam
tahun aku menuntut ilmu ibu belum tahu tempatku dan momen pengumuman SBMPTN
merupakan momen berharga dan antara bukti sukses atau gagal selama enam tahun
perjuanganku menuntut ilmu dan jauh dari ibu. Alhamdulillah ibu memenuhi
keinginanku dia akan datang ke pondok menyaksikanku menerima hasil tes SBMPTN.
Agar bisa pergi ke Bandung ibu meminjam
uang Rp.300.000 dari tetanngga. Tanggal 9 Juli 2015 ibu sudah ada di Pondok
Pesantren Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah.
Dan selesai shalat isya secara berjamaah (bersama-sama) disakasikan
seluruh santri pengumuman SBMPTN akan dibuka. Saat itu jumlah santri Pondok
Pesantren Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah yang mendaftar SBMPTN sebanyak 22
orang dan semuanya dibuka secara berjamaan dengan selembar kertas yang
sebelumnya sudah di printkan oleh pengurus pondok secara rahasia. Karena
meliputi pendaftaran dan lembar pormulir SBMPTN begitu beres tes aku dan
rekan-rekan tidak diperbolehkan untuk memegangnya, karena semuanya sudah
diurusi oleh pengurus pondok.
Suasana aula dipenuhi dengan aroma wajah penuh
harapan, sederet santri putra dan santri putri menyaksikan aku dan teman-teman
yang berada ditengah-tengah mereka. Sebelum lembar kertas dibagikan
satu-persatu terlebih dahulu pimpinan pondok memberikan wejangan dan berdoa
agar kami diberikan keiklasan dan percaya kepada takdir Allah. Lembaran demi
lembaran kertas sudah hampir habis dibagikan kepada 22 orang santri peserta
SBMPTN, dengan komando keras diawali dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim
agar kertas yang sudah di pegang dibuka dan yang dinyataakan lolos
dipersilahkan untuk sujud sukur. Aku berdoa berdasarkan doa yang biasa aku
panjatkan, aku pandangi wajah ibu, aku ikhlaskan diri, aku lihat teman-teman
dan belum ada satu oarangpun yang sujud
syukur. Aku ucapkan Bismillahirahmanirrahim, aku beranikan diri untuk membuka
kertas dan aku baca dengan teliti tulisan yang ada dikertas dan Alhamdulillah
“SELAM ANDA LULUS DI JURUSAN ILMU SEJARAH UNIVERSITAS PADJADJARAN” aku menangis
mengeluarkan air mata bahagia, aku peluk ibu, aku bersujud dipangkuannya dan
aku sangat bersyukur dan ini merupakan kasih sayangi Allah Swt buah dari
perjuangan dan kesabaran.
Mencoba belum tentu menjamin keberhasilan
kalau tidak mencoba sudah pasti menjamin kegagalan. Perinsip keyakinan dapat
mengalahkan segalanya adalah senjata sukses yang mampu dan yakin akan kekuatan
Allah, kemampuan diri sendiri dan kebermanfatan untuk orang banyak. Aku hanya
bisa memilih dan Allah Swt yang menetapkan. Keinginanku kuliah di UGM buah dari
kerja keras, berdoa, dan berkeyakinan positif Allah menetapkanku di universitas
yang terbaik untuknya dan pastinya untuku. Alhamdulillah kemudahan demi
kemudahan aku temukan di Universitas Padjadjaran. Mendapatkan Beasiswa
Bidikmisi, Juara II Debat antar angkatan Jurusan Ilmu Sejarah Universitas
Padjadjaran, Juara II Lomba Baca Puisi Minangkata FIB UNPAD ke-58, 6 Besar
Terbaik Duta Wisata dan Budaya/Mojang Jajaka Kab.Tasikmalaya 2016, lolos 32
esai terbaik dari 114 Peserta Esai Nasional “Perlindungan Bangsa Terhadap
Kekerasan Seksual Pada Perempuan” di Universitas Negeri
Padang, dan Mewakili Universitas Padjadjaran dalam Lomba Debat Nasional
“Eksistensi Perempuan di Era Globalisasi” di Universitas Negeri Padang.
Hidup adalah perjuangan yang harus
dimenangkan, selalu ada tantangan yang harus dihadapi. Saat kesusahan
menerpaku, saat itulah Allah mewariskan
semangat, pantang menyerah, kerja keras, dan berani menjadi yang berbeda.
Mengalahkan rasa takut kunci utama. Bukan kekurangan finansial yang
menjerumuskan pada kegagalan, justru alasan-alasan yang harus di hindarkan.
Salam sukses dan semangat dariku (Anas Anwar Nasirin) berbekal pesan Anthonio
Robbins, “Jangan Pernah takut membentuk citya-cita. Kita Bisa! Kita sangat
Powerfull! Tidak ada yang tidak mungkin jika kita memiliki tekad dan
keberanian. Buatlah mimpi yang besar dan bergeraklah dari sekarang!!!”.
BIODATA NARASI
Nama saya Anas Anwar Nasirin saat ini saya merupakan mahasiswa
semester 4 Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Padjadjaran. Saya lahir di Tasikmalaya pada
25 April 1997, Hobi saya membaca dan menulis. Merupakan suatu kebanggaan
dan anugrah besar bagi saya, biasa menjadi dan bersetatus Mahasiswa. Tentunya
merupakan sesuatu yang tidak mungkin bagi seorang anak kampung yang selama
pendidikannya di habiskan di panti asuhan untuk menjadi dan bersetatus
mahasiswa. Tapi kuasa Allah diatas segalanya, berbekal semangat, tekad yang
kuat dan berkeyakinan akan cinta kasih Allah dan harapan baik dari Allah,
Alhamdulillah cita-cita menjadi sebagai seorang mahasiswa kini sudah menjadi
nyata.
Masa kecil, saya habiskan di kampung Cimuncar, Desa Cibeber,
Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya. Sejak tahun 2005 saya dan kedua adik
sudah ditinggalkan oleh ayah karena menderita gangguan jiwa. Tahun 2009 karena
saya tidak mumpunyai biaya untuk melanjutkan studi ke tingkat SLTP saya hijrah
ke Panti Asuhan Al-Rasyid dan sekolah Di MTs Al-Hajar Subanng. Dan paada tahun
2010 ayah saya dikabarkan meinggal dunia, Tahun 2012 karena faktor keluarga dan
ekonomi saya memutuskan keluar dari Panti Asuhan Al-Rasyid.
Berbekal semangat setelah melalui berbagai rintangan keinginan saya
untuk melanjutkan studi ke tingkat SLTA semakin kuat. Tanggal 30 Juni 2012 saya
resmi menjadi santri Pondok Pesantren yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah
Cisarua Lembang. Dari sinilah saya mengukir mimpi, menauhkan harapan dan impian
besar hingga sampai saat ini bersetatus sebagai seorang mahasiswa.
Tuhan yang maha baik tak akan mengecewakan hamban-nya, jika dia
mengizinkan kita untuk memikirkan hal-hal besar, maka diapun akan mengizinkan
kita untuk melakukan dan mendapatkannya. Adapun motto hidup saya Keyakinan
Dapat Mengalahkan Segalanya. Yakin akan kasih sayang dan kebesaran Tuhan, yakin
akan kemampuan dan potensi diri dan yakin akan kemanfaatan besar terhadap
sesama manusia.
Saat ini selian berkuliah saya juga aktif di Korp Protokoler
Mahasiswa (KPM) UNPAD, Mojang Jajaka Kab. Tasikmalaya, Stap HRD dan announcer
Radio Unpad dan sebagai anggota Gelanggang Seni Sastra Teater Tari dan Film
(GSSTF) UNPAD. Adapun prestasi yang
sudah diraih Juara II Debat antar angkatan Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran,
Juara II Lomba Baca Puisi Minangkata FIB UNPAD ke-58, 6 Besar Terbaik Duta
Wisata dan Budaya/Mojang Jajaka Kab.Tasikmalaya 2016, lolos 32 esai terbaik
dari 114 Peserta Esai Nasional “Perlindungan Bangsa Terhadap Kekerasan seksual
Pada Perempuan” di Universitas Negeri Padang, dan Mewakili Universitas
Padjadjaran dalam Lomba Debat Nasional “Eksistensi Perempuan di Era
Globalisasi” di Universitas Negeri Padang.
TERIMAKASIH
KEYAKINAN DAPAT MENGALAHKAN SEGALANYADownload file pdf Disini